Berita

Minggu, 10 Oktober 2010

Wajah










KEADAAN GEOGRAFI DAN IKLIM Kab. Kepulauan Selayar



Kabupaten Kepulauan Selayar terletak antara 5°42' - 7°35' Lintang Selatan dan 120°15' - 122°30' Bujur Timur yang berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba di sebelah Utara, Laut Flores sebelah Timur, Laut Flores dan Selat Makassar sebelah Barat dan Propinsi Nusa Tenggara Timur di sebelah Selatan.

Luas wilayah daratan Kabupaten Kepulauan Selayar tercatat 1.357,03 km persegi dan Luas wilayah Pengelolaan laut 9.146,66 km persegi yang meliputi 10 kecamatan.

Berdasarkan pencatatan stasiun meteorologi Benteng secara rata-rata jumlah hari hujan sekitar 9 hari dengan jumlah curah hujan 149,19. Sedangkan berdasarkan stasiun meteorologi Bontomatene secara rata-rata jumlah hari hujan sekitar 6 hari dengan jumlah curah hujan 105,3.

Sabtu, 09 Oktober 2010

GONG NEGARA

Gong' Nekara adalah sebuah benda kuno peninggalan sejarah dan purbakala yang terdapat di kabupaten Kepulauan Selayar. Sesuai tutur informasi menurut Lontara yang dimilikinya bahwa Gong Nekara tersebut yang mula-mula membawanya adalah We Tenri Dio anak ke-dua dari Sowerigading.

We Tenri Dio yang digelar Tummanurung adalah raja pertama yang memerintah pada kerajaan Putabangung dan Gong Nekara itu adalah merupakan simbol pemerintahan atau lambang kerajaan, Gong juga berfungsi sebagai alat kemando pada saat itu.

Setelah lama-kelamaan dan melampaui beberapa raja atau pemerintahan pada kerajaan tersebut, maka sampailah kepada raja terakhir yang bernama Sumahe Dg. Mappasang ( Turnan dari We Tenri Dio ).

Pada permulaan diangkat menjadi Raja Gong Nek Nekara  tersebut sudah tidak ada lagi sebagai alat kebesaran Kerajaan Putabangung. Menurut informasi bahwa raja terakhir ini sangat bijaksana dan selalu memikirkan kepentingan rakyatnya.

Pada suatu hari raja mengumpulkan rakyatnya untuk bermusyawarah karena akan mengelolah sebidang tanah perkebunan kelapa di lokasi perkebunan Papan Lohea ± 2 Km dari pusat Kerajaan Putabangung.

Menjelang beberapa hari sesudah mengadakan musyawarah maka rakyat mulai bekerja mengelolah tanah yang akhirnya sampai pada tahap pengalian lubang untuk penanaman bibit. Pada saat itulah sesoorang diantara pekerja yang bernama Pao yang pertama menemukan Gong tersebut kemudian dilaporkan kepada rajanya. Setelah raja menerima laporan itu, raja langsung teringat pesan kakaknya bahwa dahulu ketika kakaknya masih hidup dan memegang kekuasaan, perna orang-orang Maluku datang ke Tanadoang Selayar dengan niat mengadakan peperangan.

Pada waktu itu kakaknya takut kalau Gong/benda kebesaran kerajaan dapat dirampas, maka diperintahkan kepada rakyatnya untuk menyembunyikan ditempat yang dianggap aman yakni di Papan Lohea atau tempat diremukannya Gong Nekara tersebut ± 3 ½ km dari Ibu Kota Kabupaten. Dan apabila dikemudian hari anak cucunya masih membutuhkan Gong tersebut supaya dicari dilokasi perkebunan Papan Lohea.

Setelah ditemukannya Gong Nekara itu pada tahun 1868 maka dijadikanlah kembali sebagai simbol pemerintahan atau lambang kerajaan.

Ketika Raja Putabangung Sumahe Dg. Mappasang menjelang usia lanjut oleh pemerintah belanda meminta beliau bersedia meletakkan jabatannya. Semenjak itu pula berakhir Kerajaan Putabangung.

Pada tahun 1883, Gong Nekara tersebut dipindahkan ke Matalalang Ibu Kota Kerajaan Bontobangung atau sekarang disebut Kelurahan Bontobangung yang jaraknya 3 Km Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Selayar ( Benteng ). Dan sampai saat ini Gong Nekara tersebut sedang diamankan dan dipelihara oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sulawesi Selatan.